Keuntungan dan Kerugian Sistem Cerdas Self Driving Car


Keuntungan dan Kerugian Sistem Cerdas Self Driving Car


Google’s Self Driving Car disingkat SDC adalah proyek Google yang melibatkan mobil otonom dan mobil listrik yang dilengkapi perangkat lunak berteknologi terkini dari Google. Mobil tanpa pengemudi yang tidak melibatkan setir dan alat mekanik lain seperti pedal gas, kopling maupun rem kembali diperkenalkan. Mobil tersebut dioperasikan di sekitar California dekat kantor Google di Mountain View. Mobil tersebut bisa dipanggil dengan menggunakan smartphone untuk menentukan lokasi penjemputan serta lokasi tujuan.

Proyek ini dipimpin oleh insinyur Google, Sebastian Turan. Dia adalah mantan direktur laboratorium Stanford Artifical Intelligence dan penemu Google Street View. Sebastian Turan mengawali karirnya dengan menghadirkan kendaraan robot Stanly di The Darpa Challenge For Robotics Vehicles pada tahun 2000-an. Pada saat itu Sebastian Turan diganjar dengan hadiah sebesar 2 juta US dollar oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat.

Perangkat lunak buatan para insinyur ini diciptakan tidak hanya untuk menavigasi mobil sehingga tidak menabrak pembatas jalan atau masuk ke selokan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk menciptakan mobil yang dapat mengemudi di jalan dengan pengemudi lainnya, merespons seperti halnya seorang pengemudi merespons dan membuat keputusan layaknya seorang manusia.

Salah satu keuntungan besar dari mobil tanpa pengemudi ialah mereka akan mentaati batas maksimum kecepatan, menjaga jarak aman dengan kendaraan lainnya.

Pengujian Mobil Tanpa Pengemudi
            Dimulai pada tahun 2012, Google melakukan uji coba dengan 23 Lexus Suv, 6 Toyota Pirus, sebuah Audi TT, serta 3 Lexus RX450H. mobil-mobil tersebut disebar ke beberapa tempat terutama di San Fransisco dan diuji coba untuk melewati jalan-jalan dengan berbagai karakteristik mulai dari lintasan yang padat, jalan berliku dan dihadapkan pada beberapa kondisi lalu lintas yang rumit. Semua kendaraan tersebut dilengkapi dengan sensor dan sopir manusia yang bisa mengendalikan mobil dengan menginjak rem atau memutar kemudi apabila dibutuhkan.

            Demo pertama yang di publikasikan pada tahun 2012 tepatnya pada tanggal 28 Maret, Google menunjukkan bagaimana cara kerja mobil pintar dengan menjemput Steve Mahan, seorang warga Morgan Hill, California yang dijemput menggunakan Google’s Self Driving Car, Toyota Pirus. Pada saat itu rute yang dilalui oleh mobil tersebut sudah di program secara seksama untuk membawa Steve Mahan menuju sebuah restoran, kemudian ke laundry sebelum akhirnya kembali ke rumah. Pada bulan Agustus tahun 2012 tim tersebut telah mengumumkan bahawa mereka berhasil melakukan uji coba pada jarak yang lebih jauh yaitu sekitar 300.000 mil atau setara dengan 500.000 Km.

Cara Kerja Smart Car

            Mobil-mobil sejenisnya mungkin saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai perusahaan elektronik seperti Samsung, Apple dan tentu saja perusahaan-perusahaan mobil. Namun, hanya Google yang saat ini sudah melakukan berbagai uji coba secara nyata dan mempublikasikannya di YouTube. Untuk sementara, Google melakukan pengembangan untuk prototype mobil tersebut di daerah Detroit.

            Mobil ini menggunakan tenaga listrik yang bisa berjalan hingga 100 mil menggunakan berbagai kombinasi sensor dan software teknologi terbaru untuk mencari sendiri kondisi lingkungan di sekitarnya yang dikombinasikan dengan Google Maps dan GPS. Semua mobil dilengkapi dengan sistem navigasi satelit, radar, laser, dan camera 3600.

            Software yang disematkan pada mobil bisa mengenali berbagai jenis objek mulai dari manusia, mobil, marka jalan, rambu-rambu, lampu lalu lintas, dan dapat mengenali berbagai hal yang ada di jalan termasuk juga pengendara sepeda dan lain-lain. Tidak hanya itu, mobil ini juga mampu mendeteksi pekerja jalan dan bisa menavigasi dengan aman mobil tersebut tanpa menyebabkan kecelakaan. Pada prototype terbaru, sensor yang disematkan pada mobil tanpa pengemudi mampu melihat ke segala arah hingga jarak 180 meter.

            Mobil prototype baru ini tentu saja lebih lengkap dibandingkan dengan beberapa mobil yang telah di uji coba sebelumnya seperti Lexus maupun Toyota. Mobil tersebut saat ini masih dibatasi kecepatan maksimalnya hanya sebesar 40 km/jam.

            Body mobil sudah dimodifikasi dan dibuat seaman mungkin di bagian depan, bemper mobil menggunakan busa, kemudian menggunakan kaca yang fleksibel agar aman untuk pejalan kaki maupun pengguna sepeda apabila terjadi kecelakaan.

Keuntungan Google’s Self Driving Car
1.      Menghindari pengendara sepeda
Terutama di negara maju, banyak orang memilih naik sepeda untuk menuju ke suatu lokasi. Nah, mobil Google pun dirancang dapat mengenali para pengendara sepeda untuk menghindari kecelakaan.

Misalnya saat ada pengendara akan berbelok di jalur mobil Google dan memberi tanda dengan lambaian tangan, mobil akan mengenali lambaian tangan tersebut. Mobil Google pun otomatis akan memperlambat lajunya atau berhenti, dan memberi kesempatan pada pengendara sepeda berbelok melalui jalurnya.

2.      Cukup agresif


Situasi jalanan berbeda-beda, misalnya saja ada sebuah perempatan tanpa lampu merah. Apa yang akan dilakukan mobil Google dalam kondisi seperti itu? Pengendara manusia mungkin akan diam saja dan menunggu dengan sabar gilirannya melaju atau berbelok. Tapi mobil Google dirancang untuk lebih agresi, dia akan berjalan perlahan-lahan secara konsisten dan memberi tanda pada mobil lain bahwa ia ingin giliran melaju.

3.      Ngebut
Untuk jalanan di dalam kota, mobil Google akan melaju dalam kecepatan normal. Tapi di jalan tol misalnya, mobil Google bisa juga berjalan kencang, bahkan di atas kecepatan yang diperbolehkan. Hal ini disengaja agar mobil tidak menghambat mobil di sekitarnya yang juga dalam kondisi cepat melaju.

4.      Mendeteksi lubang di jalan
Tim Google mendesain agar si mobil mampu mengenali polisi tidur atau lubang di jalanan. Mobil tidak menghindari halangan tersebut, tapi akan memperlambat lajunya sehingga lebih mulus dalam melaluinya.

5.      Terus mengambil informasi

Di situasi jalanan yang rumit, mungkin pengemudi manusia akan mengambil alih kendali karena merasa belum yakin. Nah, dalam situasi ini mobil akan tetap mengambil info yang diperlukan sehingan tim Google dapat melakukan simulasi komputer bagaimana jika mobil tetap berjalan otomatis dalam situasi jalanan rumit itu. Tim Google pun dapat memodifikasi perilaku mobil berdasarkan info yang dikumpulkannya.

Kerugian Google’s Self Driving Car
1.      Menghadapi cuaca buruk
Cuaca yang buruk membuat kontrol mobil Google lebih sulit, terutama karena pandangannya ke sekitar terhalang. Keberadaan kabut misalnya, akan membatasi apa yang bisa dilacak radar. Kabar baiknya, tim Google sedang menguji coba mobil ini agar di kemudian hari mampu menghadapi cuaca yang kurang bersahabat dengan mudah.

2.      Kehilangan sinyal

Sinyal seluler diperlukan oleh mobil untuk mengakses peta Google yang mendetail dan memungkinkannya mengirim informasi. Koneksi seluler lemah sebenarnya tidak menjadi masalah, tapi jika hilang sama sekali maka menurut tim Google, mobil akan melakukan langkah pengamanan tertentu. Tidak disebutkan seperti apa, tapi kemungkinan mobil akan meminta manusia mengambil alih kemudinya.

3.      Mengenali polisi
Mobil akan mengenali jika ada seseorang memberhentikannya di tengah jalan, tapi dia tidak akan mengenalinya sebagai polisi. Dalam situasi ini, mobil akan sedikit kebingungan dan menyerahkan kendali pada pengemudi manusia.

4.      Mengenali makhluk kecil
Mobil akan mengenali kerumunan manusia, pejalan kaki atau binatang besar seperti rusa yang mencoba menyeberang jalan, tapi dia belum dapat mengenali hewan kecil, misalnya saja tupai. Tupai masih terlalu kecil untuk dapat dikenali sensornya. Saat ini, tim Google masih memperbaiki teknologinya sehingga di masa depan makhluk sekecil tupai pun dapat terdeteksi.

Mengenai penggunaan Sistem Cerdas di Negara Indonesia

Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kian digandrungi oleh perusahaan di Indonesia. Berdasarkan survei yang dilakukan perusahaan analitik SAS dan International Data Corporation (IDC), Indonesia memimpin dalam pengadopsian kecerdasan buatan di bidang industri di Asia Tenggara. Sebanyak 24,6 persen perusahaan di Indonesia mengadopsi AI, diikuti oleh Thailand (17,1 persen), Singapura (9,9 persen), dan Malaysia (8,1 persen). Secara keseluruhan tingkat adopsi AI di Asia Tenggara telah mencapai 14 persen. Angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun lalu dengan tingkat adopsi hanya delapan persen.

Direktur Riset Global Big Data IDC Chwee Kan Chua mengatakan tingginya adopsi di Indonesia ini lantaran kedewasaan perusahaan untuk menggunakan AI sebagai cara untuk menginkatkan produktivitas dan efisiensi bisnis.

"Kami berharap investasi di AI akan terus meningkat, karena semakin banyak perusahaan mulai memahami manfaat dari menanamkan AI ke dalam bisnis mereka dan bagaimana data dan analisis dapat membantu menghasilkan insight baru," ujar Chwee dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (16/7).

Hasil survei juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden atau sekitar 51 persen menganggap alasan utama pengadopsian AI adalah untuk mendapatkan wawasab bisnis yang lebih baik.

Alasan lainnya adalah untuk otomisasi pada proses industri (51 persen) dan meningkatkan produktivitas (42 persen). Chwee mengatakan perusahaan yang tidak menerapkan AI dalam operasi bisnis dipastikan akan kalah dengan perusahaan yang menerapkan AI.

"Dengan dampak positif yang sudah terlihat di industri perbankan, manufaktur, kesehatan dan pemerintahan, ada peluang yang besar supaya lebih banyak perusahaan di Asia Tenggara memanfaatkan AI.  Penerapan AI akan mendapatkan keuntungan dari ketepatan, efisiensi dan kelincahan inovasi yang lebih besar, sebagai hasil dari analitik tingkat lanjut," ujar Chwee. 

Kendati demikian, penerapan AI ini memang masih ada hambatan di Indonesia terutama dalam sisi keahlian dan biaya. Oleh karena itu, penerapan AI di Indonesia tidak menjadi agenda penting negara-negara di Asia Tenggara. Selain itu, lebih dari 50 persen perusahaan di Indonesia juga masih belum berencana untuk menerapkan AI dalam lima tahun ke depan.  Chwee mengatakan padahal tingkat kepercayaan pada kapabilitas AI di China dan Korea Selatan mencapai lebih dari 80 persen. Kedua negara ini percaya AI sangat krusial bagi kesuksesan dan daya saing perusahaan dalam beberapa tahun ke depan.

Berdasarkan hasil survei, sebanyak 23 persen responden mengatakan bahwa penerapan AI di Asia Tenggara disebabkan oleh kekurangan kemampuan dan pengetahuan AI. Selain itu, biaya penerapan AI (23 persen) juga merupakan hambatan penerapan AI.


Berikut adalah video Self Driving Car bekerja :
 

Daftar Pustaka


Komentar